Naskah-Naskah Kuno Palembang
Oleh Siska Permatasari Siregar Mahasiswi Pasca Sarjana Susastra Universitas Andalas
GEBAY, – Palembang adalah ibu kota dari provinsi Sumatera Selatan. Dilihat dari sebuah prasasti yang ditemukan di Bukit Siguntang, Palembang merupakan kota tertua yang ada di Indonesia dengan umur kira-kira 1337 tahun. Prasasti ini lebih dikenal dengan prasasti kedukan Bukit (683 M). Prasasti yang ditemukan ini merupakan prasasti berbentuk batu kecil yang berukuran 45 x 80 cm dan ditulis dalam aksara Pallawa dan berbahasa melayu kuno. Menurut topografi, kota Palembang dikelilingi oleh air bahkan terendam air.
Air-air yang mengelilingi kota Palembang berasal dari berbagai sumber baik itu sungai, rawa-rawa maupun air hujan. Kondisi inilah yang memungkinkan nenek moyang orang Palembang menamakan kota ini dengan sebutan Pa-lembang yang mana dalam bahasa melayu Pa berarti menunjukkan pada suatu tempat sedangkan lembang berarti tanah yang rendah atau dalam bahasa lain yaitu genangan air.
Hal itu berarti Palembang berarti tempat yang tanahnya tergenang air.
Palembang sebagai kota tertua di Indonesia menyimpan banyak peninggalan yang tersimpan di berbagai museum dan rumah-rumah masyarakatnya. Azra (1994) mengatakan bahwa pada abad ke 17 Kesultanan Palembang telah menunjukkan minatnya terhadap ilmu keagaaman dan pada abad ke 18, Palembang pernah menjadi pusat ilmu dan syiar islam yang ada di dunia Melayu-Indonesia.
Naskah-naskah Palembang juga banyak ditemukan tentang keagamaan bahkan asal-usulnya baik penulis maupun scriptoriumnya merujuk kepada Kota Palembang. Hal itu dikarenakan adanya kesultanan Palembang yang diduga mengundang ulama-ulama Arab untuk mengajar berbagai cabang ilmu keislaman di Kota Palembang.
Sejak saat itu produktivitas keilmuan di Palembang berkembang pesat dan menghasilkan beberapa ulama yang cukup produktif pada abad ke 18-19 yaitu Syihabudin bin Abdullah Muhammad yang dikenal sebagai penulis kitab hakikat al abayan, Muhammad Mulyiddin bin Syihabuddin yang merupakan putra dari Syihabuddin juga menulis Hikayat Syeikh Muhammad Syaman, Kemas Fakhruddin menulis Fath al Rahman, Muhammad Ma’ruf bin Abdullah Khatib Palembang menulis Tariqah yang dibangsakan kepada Qadariyah dan Nakshabandiyah.
Diantara beberapa ulama tersebut yang paling terkenal pada masa itu adalah Syaikh Abdusamad al Palimbani yang menulis Ratib Samman, Zulvat al Murid fi Bayan Kalimat al Tauhid Selain agama, Palembang juga dikenal dengan karya-karya sastranya yaitu hikayat, syair, primbon, cerita wayang dan juga pantun. Beberapa karya sastranya yaitu hikayatDewa Raja Agus Melila, Hikayat Raja Babi, Hikayat Raja Budak, Hikayat Palembang Silsilah Raja-Raja di dalam Negeri Palembang, Cerita Negeri Palembang dan juga syair Sinyor Kosta serta Syair Nuri. Karya-karya sastra tersebut ditulis oleh para sastrawan kala itu dan juga beberapa pejabat istana yaitu Ahmad bin Abdullah, Sultan Mahmud Badaruddin, Pangeran Panembahan, Kiai Rangga Sayanandita Ahmad bin Kiai Ngabehi Mastung, Deman Muhyiddin dan Pangeran Tumenggung Kartamenggala.
Palembang tidak hanya menghasilkan berbagai karya dalam bidang keagamaan dan karya sastra saja. Dalam katalog naskah Palembang yang disusun oleh Ikram dkk (2000) terdapat beberapa cabang ilmu lain yang dihasilkan pada masa lampau oleh para ulama, sastrawan dan bahkan pejabat istana seperti sultan dan pangeran. Beberapa cabang ilmu lain yang dihasilkan dalam bentuk naskah yaitu bidang astronomi (Risalat Wasilatu al-Mubtadi’ina), Doa (Kitab Doa dan Salawat), Fikih (Irsyadu al-Anami), Hadits (Mukhtaru al-Hadisi An-Nabawiyyati), ilmu Kalam (Jauhar Tauhid), Obat-obatan (kitab mujarab), Pimbon ( kitab Rajah), Al-qur’an, Sejarah bahkan kumpulan surat yang ditulis oleh sultan Abdaruddin II.
Namun sejak kesultanan di taklukan oleh Belanda pada tahun 1821, Sultan Mahmud Badaruddin II yang merupakan penguasa kesultanan kala itu berusaha untuk mengosongkan perpustakaan besar yang berisi koleksi manuskrip dengan menyebarkan manuskrip tersebut ke rumah-rumah bangsawan agar tidak diambil oleh bangsa Belanda kala itu.
Warisan kebudayaan masa lampau yang tersimpan dalam bentuk naskah tersebut kini tersimpan di dalam perpustakaan nasional yang ada di Indonesia. Iskandar dalam catalogue of Malay, Minangkabau and South Sumatran Manuscripts in the Netherlands mengatakan bahwa naskah-naskah tersebut juga tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden dengan 65 naskah Sultan Baddaruddin yang didapatkan Belanda ketika menaklukan Palembang kala itu.
Perkembangan teknologi yang semakin pesat dan kondisi naskah kuno yang ditemukan banyak yang dalam kondisi memprihatinkan, maka LKMN (Lembaga Kajian Naskah Melayu) dan dirjen kebudayaan kemendikbus ristek RI serta didukung oleh seorang filolog Palembang bernama Nyimas Umi Kalsum melakukan penyelamatan naskah dengan cara mendigitalisasikan.
Pemanfaatan teknologi digital ini diharapkan dapat mempermudah dalam promosikan naskah kuno dan mempermudah para kaum muda dalam memperlajari naskah kuno. Untuk itu LKMN, kemendikbud ristek RI dan Nyimas Umi Kalsum membuat sebuah aplikasi bernama Manuskrip Negeri Palembang yang dapat di download di playstore.
Dalam aplikasi ini, pengguna dapat mengakses berbagai naskah kuno Palembang baik yang ditulis pada media kulit pohon, bambu, kertas, lontar dan tanduk hewan. Naskah tersebut ditulis menggunakan aksara yang beragam seperti aksara jawi, aksara jawa, aksara arab dan aksara ulu atau yang lebih dikenal dengan aksara Ka Ga Nga. Menurut Nyimas Umi Kalsum Naskah-naskah kuno yang di publikasikan melalui aplikasi tersebut didapatkan dari naskah kuno yang berasal dari milik pribadi masyarakat.
Dengan adanya aplikasi ini, diharapkan anak muda memiliki keinginan untuk mempelajari naskah kuno dan mengambil ilmu-ilmu yang ada didalam naskah tersebut untuk di aplikasikan untuk perkembangan keilmuan di masa sekarang dan juga anak muda dapat melestarikan kebudayaan naskah kuno tersebut.